A.Pengertian Hubungan Interpersonal
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan
interpersonal yang baik, kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan
kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak. “ komunikasi
interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal
barangkali yang paling penting,” tulis Anita Taylor. “Banyak penyebab dari
rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik di antara
komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, paling cermat
tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.”Pandangan
bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch
dan Bateson (1951) pada tahun 1950-an.
Menurut Pearson (1983)
manusia adalah makhluk sosial, artinya sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat
menjalin hubungan sendiri, kita selalu menjalin hubungan dengan orang lain,
mencoba untuk mengenali dan memahami kebutuhan satu sama lain, membentuk
interaksi serta berusaha mempertahankan interaksi tersebut. Kita melakukan hubungan
interpersonal ketika mencoba untuk berinteraksi dengan orang lain. Hubungan
interpersonal adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang
memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang
konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu
proses dan biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.
A. MODEL-MODEL
HUBUNGAN ITERPERSONAL
Ada
4 model hubungan interpersonal yaitu meliputi :
1.
Model pertukaran sosial (social
exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi
dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi
kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran
(akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran
dikurangi biaya).
2.
Model peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara.
Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat.
Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan
(role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role
skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada
kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan
peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu
ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3.
Model permainan (games people play
model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model
ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam
bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3
bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan
asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi
orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah
informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
4.
Model Interaksional (interacsional
model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu
sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara
singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
B. Daya Tarik Hubungan Interpersonal
Daya tarik hubungan interpersonal merupakan faktor penyebab
terjadinya hubungan interpersonal. Ada faktor internal dan juga faktor
eksternal. Faktor Internal (Baron dan Byrne, 2008). Faktor internal
adalah faktor dalam diri kita meliputi dua hal, yaitu kebutuhan untuk
berinteraksi (need for affiliation) dan pengaruh perasaan.
Interaksi antara satu orang dengan orang yang lain bisa terjadi di mana
saja, misalnya di rumah, sekolah, kantor pos, kantin, dan lain- lain. Namun,
kebutuhan untuk saling berinteraksi dengan orang-orang disekitar kita
berbeda-beda satu sama lain.
· Kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation)
Kita cenderung ingin berinteraksi dengan orang lain, namun
dilain waktu, terkadang kita juga tidak ingin berinteraksi atau ingin sendirian.
Menurut McClelland,kebutuhan berinteraksi adalah suatu keadaan di
mana seseorang berusaha untuk mempertahankan suatu hubungan, bergabung dalam
kelompok, berpartisipasi dalam kegiatan, menikmati aktivitas bersama keluarga
atau teman, menunjukkan perilaku saling bekerja sama, saling mendukung, dan
konformitas. Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi, berusaha
mencapai kepuasan terhadap kebutuhan ini agar disukai, diterima oleh orang
lain, serta mereka cenderung untuk memilih bekerja bersama orang yang
mementingkan keharmonisan dan kekompakan kelompok.
· Pengaruh perasaan
Penelitian dari Byrne, dkk (1975) dari Fraley dan Aron
(dalam Baron, Byrne, 2006) menunjukkan bahwa dalam berbagai situasi sosial,
humor digunakan secara umum untuk mencairkan suasana dan memfasilitasi
interaksi pertemanan. Humor yang menghasilkan tawa dapat membuat kita lebih
mudah berinteraksi, sekalipun dengan orang yang belum dikenal. Apakah anda
ingat kalimat ‘tertawa itu sehat’? makna dari kalimat tersebut dapat diartikan
bahwa dengan tertawa, perasaan kita akan senang, sehingga kita lebih dapat
berpikir lebih sehat dan berperilaku lebih baik. Jadi, kita akan lebih mudah
berinteraksi dengan orang lain pada saat kondisi perasaan kita sedang senang di
bandingkan jika kondisi perasaan kita sedang negative. Hal ini terjadi, pada
saat senang, kita lebih terbuka untuk melakukan komunikasi.
Sedangkan, Faktor Eksternal yang mempengaruhi
dimulainya suatu hubungan interpersonal adalah kedekatan (proximity) dan
daya tarik fisik.
· Kedekatan (proximity)
Baron dan
Byrne (2008) menjelaskan bahwa kedekatan secara fisik antara orang yang tinggal
dalam satu lingkungan yang sama seperti di kantor dan di kelas, menunjukkan
bahwa semakin dekat jarak geografis diantara mereka semakin besar kemungkinan
kedua orang tersebut untuk sering bertemu. Selanjutnya pertemuan tersebut akan
menghasilkan penilaian positif satu sama lain, sehingga timbul ketertarikan di
antara mereka. Hal ini disebut juga dengan more exposure effect,penelitian
ini pertama kali dilakukan oleh Zajonc tahun1968. Kita cenderung menyukai orang
yang wajahnya biasa kita kenali dibandingkan dengan orang yang wajahnya tidak
kita kenal (Miller and Perlman, 2009).
· Daya tarik fisik
Sebuah penelitian mengenai daya
tarik fisik menunjukkan bahwa sebagian besar orang percaya bahwa laki-laki dan
perempuan yang menarik menampilkan ketenangan, mudah bergaul, mandiri, dominan,
gembira, seksi, mudah beradaptasi, sukses, lebih maskulin (laki-laki) dan lebih
feminism (perempuan) daripada orang yang tidak menarik (Dion and Dion,
1991;Hatfield dan Sprecher, 1986a dalam Baron byrne, 2008). Jadi, kita
cenderung untuk memilih berinteraksi dengan orang yang menarik dibandingkan
orang yang kurang menarik, karena orang yang menarik memiliki karakteristik
lebih positif.
C. Intimasi
dan hubungan pribadi
Pendapat beberapa ahli mengenai
intimasi, di antara lain yaitu :
a) Shadily dan
Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan
oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan
(Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian
seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c) Steinberg
(1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d) Levinger &
Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang
dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya
saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan
dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih
bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan,
pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk
perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung
jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater (1983)
mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001)
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001)
D. Intimasi dan pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran,
untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak
akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa
kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah
menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh
pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi
kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada
didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka
terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
(1) kita tidak mengenal dan tidak
menerima siapa diri kita secara utuh.
(2) kita tidak menyadari bahwa
hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
(3) kita
tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
(4) kita dibentuk menjadi orang yang
berkepribadian tertutup.
(5) kita memulai pacaran bukan
dengan cinta yang tulus .
Dalam suatu hubungan juga perlu
adanya companionate love, passionate love dan intimacy love. Karena apabila
kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah satu di
antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi adalah
hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng atau awet, justru
sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut
sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi
harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan langgeng.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Rakhmat (1998):
Psikologi Komunikasi, Edisi 12, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.
Sujanto, Agus.1991. Psikologi Umum. Jakarta : Bumi Aksara.
Wirawan, Sarlito S. 2002. Individu
dan teori-teori psikologi social. Jakarta: Balai Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar